PUSAKA DESAKOTA
Indonesian Cultural Heritage Appreciation by Risfan Munir
Friday, January 25, 2013
Bangunan Pusaka Kota
Bangunan pusaka peninggalan kolonial jika dirawat menjadi aset daya tarik kota. Partisipasi pemilik gedung tentunya sangat besar perannya. Foto diatas contoh baik pelestarian pusaka budaya tangible.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
KOTA PUSAKA - Inovasi Asset-based Urban Planning
ASET BUDAYA KOTA
Tujuan pembangunan kota adalah mingkatkan livability nya. Salah satu aspeknya, cultural livelihood.
Masih ingat waktu perencanaan pembangunan permukiman transmigrasi dulu, begitu rumah dihuni, lahan pertanian digarap, maka warga baru segera "mengembangkan budaya"nya. Yang dri Jawa mengambil gamelan dan perangkat tarinya, yang dari Ponorogo bawa reog, dari Bali bawa barong, gamelan. Budaya keagamaan juga mereka hidupkan sekitar masjid, gereja, dan pura.
Bukti bahwa cultural livelihood itu bagian dari tujuan pembangunan kota yang perlu diperhatikan.
Di kota besar, kian berkembang resto-resto, warung-warung kuliner tradisional. Tentu bukan unsur budaya tak ragawi (intangible) saja, perhatian warga pada arsitektur bangunan sebagai bentuk budaya ragawi (tangible) juga berkembang dengan pemilihan gaya arsitektur atau elemen interior seperti mebel, hiasan dinding, dan pernik koleksi hiasannya. Pada skala lanskap, patung, pilihan jenis vegetasi pertamanan, juga telah menjadi pertimbangan. Saat ini menjadi aset budaya, atau pusaka budaya ragawi kota-kota (twit @masrisfan)
Saturday, January 19, 2013
Aset Budaya Kota
Tujuan pembangunan kota (urban development) adalah mingkatkan livability nya. Salah satu aspeknya, cultural livelihood.
Masih ingat waktu perencanaan pembangunan permukiman transmigrasi dulu, begitu rumah dihuni, lahan pertanian digarap, maka warga baru segera "mengembangkan budaya"nya. Yang dri Jawa mengambil gamelan dan perangkat tarinya, yang dari Ponorogo bawa reog, dari Bali bawa barong, gamelan. Budaya keagamaan juga mereka hidupkan sekitar masjid, gereja, dan pura. Bukti bahwa cultural livelihood itu bagian dari tujuan pembangunan kota yang perlu diperhatikan.
Di kota besar, kian berkembang resto-resto, warung-warung kuliner tradisional. Tentu bukan aset budaya tak ragawi (intangible) saja, perhatian warga pada arsitektur bangunan sebagai bentuk asset budaya ragawi (tangible) juga berkembang dengan pemilihan gaya arsitektur atau elemen interior seperti mebel, hiasan dinding, dan pernik koleksi hiasannya.
Pada skala lanskap, patung, pilihan jenis vegetasi pertamanan, juga telah menjadi pertimbangan. Saat ini menjadi aset budaya, atau pusaka budaya ragawi kota-kota (@masrisfan)
Friday, January 18, 2013
Pusaka Museum Cikal BRI Purwokerto
Museum BRI di Purwokerto merupakan pusaka ragawi bangunan yang mengisahkan berdirinya Bank Rakyat Indonesia (BRI).
BRI awalnya dirintis oleh Raden Arja Wiraatmadja pada tahun 1895, atau berumur 118 tahun saat ini. Sejak awal berdirinya, BRI memang didasari motif mendukung pembangunan ekonomi rakyat, mendorong usaha kecil/mikro terkait tani dan nelayan. Oleh karena itu, dalam sejarah namanya sempat "Bank Koperasi Tani dan Nelayan" (BKTN). Selama 118 tahun BRI telah membuktikan dirinya sebagai perusahaan tangguh melewati masa kolonial Belanda, zaman Jepang, perjuangan pra dan pasca kemerdekaan, orde lama, maupun Orde Baru.
Museum yang letaknya di tengah kota Purwokerto ini terdiri dari: bangunan asli waktu cikal-bakal BRI dirintis (lihat foto); lalu bangunan utama museum yang bergaya arsitektur pra-kemerdekaan. Museum berisi mural sejarah BRI, lalu diorama-diorama hidup, yang menggambarkan situasi masyarakat dan aktivitas ekonominya, dan gambaran pelayanan transaksi R Arja Wiriaatmadja dengan nasabah. Menarik untuk membayangkan bagaimana cara memperkenalkan budaya "mempercayakan tabungan ke bank". Isi museum yang lain, seperti contoh "oeang tempo doeloe", susunan pimpinan direksi dari masa ke masa, dan tampilan lainnya yang menunjukkan dinamika sejarah linimasa. (@masrisfan)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Wednesday, January 16, 2013
Pusaka Candi Kuno Nusantara
Buku full color berjudul "Jelajah Candi Kuno Nusantara" yang ditulis oleh Wiratna Sujarweni ini mengantarkan kita kepada wisata sejarah candi-candi kuno dari masa Hindu, lalu Budha, dari pulau ke pulau.
Wisata pusaka candi-candi mulai dari DI Yogyakarta, Semarang, Banjarnegara, Temanggung, dan Karanganyar. Di wilayah ini tentu saja diulas "kisah sejarah, konsep, dan struktur" candi-candi besar Borobudur, Mendut, Prambanan. Tapi sebelum itu Wiratna, penulis buku ini, juga mengajak kita menjelajah ke candi-candi Asu Sengi, Pendem Sengi, Lumbung Sengi, Gunung Wukir, dan beberapa candi lainnya. Semua dilengkapi foto. Salah satunya, yang mengesankan bagi saya, foto Candi Sewu dari udara (bird eye-view) menunjukkan kemajuan desain tata letak yang artistik dan harmonis.
Candi-candi kuno di Jawa Timur, di Jawa Barat juga dijelajahi. Kalau Anda di wilayah Malang, Jawa Timur, beberapa candi yang bisa dikunjungi, a.l.: candi Badut, candi Jago, candi Kidal, candi Singosari, candi Sumberawan.
Di luar dugaan, ternyata banyak Candi-candi kuno di luar Jawa, baik di Sumatera, Kalimantan, Bali. Dari banyak candi yang dijelajahi di Sumatera, a.l. candi-candi: Muara Takus, Sulung (Tuo), Bungsu, Stupa Mahligai, Palangka, Bahal, Muaro Jambi.
Di Kalimantan, a.l.: candi Laras, candi Agung. Sementara di Bali: candi Gunung/Tebing Kawi.
Sedang di Jawa Barat dijelajahi candi Cangkuang, candi Batujaya.
Buku ini tinggi nilainya sebagai pengantar untuk mengenal "pusaka budaya ragawi", terutama bangunan bersejarah. Asyik juga dibaca sebagai rekreasi sambil merencanakan wisata pusaka bersama keluarga. (@masrisfan)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Pusaka Keroncong Gambir
Pusaka budaya musik keroncong, life-show di Setasiun Gambir Jakarta. Sungguh indah, di sore hari, menunggu datangnya kereta Biru Malam, mendengarkan musik keroncong nan merdu. Keroncong yang segera membawa lamunan ke tempo doeloe. Betul-betul surprise!
Inilah contoh pusaka budaya yang menyejukkan, menghibur. Mengekspresikan gairah hidup bangsa, dari masa ke masa.
Pusaka desakota, seperti benang merah yang menghubungkan Setasiun Gambir masa kini dengan Stasiun Gambir pada masa perjuangan, seperti digambarkan oleh komposisi pusaka era Ismail Mazuki, atau penggambaran suasana versi Pramudia Ananta Toer.
Ini contoh pusaka desakota yang tak lekang oleh waktu. Konon sejarah Musik Keroncong dimulai dari era Portugis yang dikembangkan oleh anak bangsa melintasi waktu hingga era musik serba digital saat ini. (@masrisfan)
Powered by Telkomsel BlackBerry®