Nampaknya
pendakatan perencanaan berbasis aset (asset-based planning) seperti yang
diintrodusir John Fiedman bisa diterapkan dengan adanya, misalnya, program
penataan dan pelestarian Kota Pusaka. Kita juga sempat menyinggung hal ini
beberapa waktu lalu dengan membahas Pusaka Kotagede.
Menarik
apa yang diutarakan oleh Imam S. Ernawi, Dirjen Penataan Ruang, Kementerian
Pekerjaan Umum (Majalah Tempo 16/12/2012, h 134), bahwa: "Pelestarian
pusaka perkotaan terlah berevolusi, dari monumen dan situs arkeologi ke kota
yang hidup dan saujana. Dari restorasi ke regenerasi serta panduan perencanaan
dan desain perkotaan. Dari mono-disipliner ke integrasi dan perencanaan
partisipatoris."
Disampaikan
pula pengertian "PUSAKA" yang meliputi: pusaka alam, pusaka budaya,
dan pusaka saujana.
PUSAKA
ALAM ialah pusaka yang terbentuk oleh alam, menghasilkan bentuk dan pemandangan
yang istimewa.
PUSAKA
BUDAYA, ialah pusaka yang berasal dari hasil cipta, rasa, dan karsa, berarti
juga karya dari 500 lebih suku di Tanahair, secara sendiri-sendiri, dan dalam
kesatuan, serta interaksinya dengan budaya lain.
PUSAKA
SAUJANA, ialah pusaka yang merupakan gabungan pusaka alam dan pusaka budaya
dalam kesatuan ruang dan waktu.
Aset pusaka
ini menarik, karena ini adalah modal suatu kota untuk "membangun
identitasnya", agar tidak seragam tenggelam dalam citra "mal dan
kemacetan lalu-lintas sekitarnya". Sekaligus sumber inspirasi dalam
pengembangan kegiatan ekonomi yang lebih kreatif. (@masrisfan)
No comments:
Post a Comment